Selamat datang di website resmi Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sarmi

Publikasi

Opini

Oleh: Victor Ruwayari* Salah satu permasalahan utama yang seringkali muncul dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) adalah penyusunan daftar pemilih yang masih terkendala akurasi, komprehensifitas, dan kemutakhiran data. Prinsip komprehensif artinya seluruh warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pemilih wajib diakomodasi hak pilihnya. Prinsip akurat berarti jumlah dan kelengkapan data pemilih harus tepat dan akurat, dan prinsip mutakhir artinya proses pemutakhiran data pemilih harus benar-benar menggambarkan kondisi riil dan terkini. Akurasi pemutakhiran data pemilih sangat krusial karena sangat menentukan tingkat partisipasi politik, yang selama ini dianggap menjadi ranah inti dari demokrasi. Kualitas daftar pemilih yang ditetapkan akan menjadi anasir bagi penyelenggara pemilu yang berintegritas, imparsial, dan akuntabel. Pemutakhiran data pemilih berkelanjutan bertujuan untuk membarui data pemilih, seperti, menambahkan pemilih baru yang belum terdaftar pada daftar pemilih, yang tidak memenuhi syarat dan mengalami perubahan elemen data pemilih kabupaten/kota secara berkelanjutan. Pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan berarti daftar pemilih tersebut diperbarui terus-menerus sebelum dan sesudah pemilu. Secara nasional beberapa kendala yang sering ditemukan dalam pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) tidak memberikan data akurat terkait perubahan penduduk. Banyak permasalahan pada daftar pemilih yang disediakan dispendukcapil. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menjadi dasar hukum dalam pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunakan hasil penyusunan daftar pemilih sebagai bahan dalam pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan (Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2017, Peraturan KPU Nomor 11 tahun 2018 pasal 58 ayat 1, Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2021), Surat Edaran KPU RI Nomor 366/PL.02-SD/01/KPU/IV/2021, tanggal 21 April 2021 tentang perubahan surat Ketua KPU RI Nomor 132/PL.02-SD/01/KPU/II/ 2021 perihal Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan tahun 2021 menyebutkan, bahwa dalam melaksanakan pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan, KPU kabupaten/kota berkoordinasi secara berkala dengan instansi-instansi pemerintah daerah yang menangani administrasi kependudukan. Koordinasi stakeholder Koordinasi antarstakeholder tentang pemutakhiran data pemilih berkelanjutan bertujuan untuk sinkronisasi data, demi menghindari kesalahan atau kekeliruan dalam pengolahan data. Namun permasalahan yang dihadapi dalam pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan adalah terputusnya koordinasi dengan dispendukcapil dalam penyediaan data kependudukan. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) menyediakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) tiga sampai enam bulan, sedangkan KPU kabupaten/kota harus melakukan progres setiap bulan. Tentu interval penyediaan data disdukcapil telah mengalami perubahan. Pendataan daftar pemilih dalam penyelenggaraan pemilu bukan hal sederhana. Data pemilih dilakukan melalui alur proses olah data yang panjang dan melelahkan, dengan melibatkan banyak aktor dan institusi, serta regulasinya masing-masing. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri memiliki otoritas untuk menghasilkan data kependudukan, yang kemudian diolah menjadi Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) untuk diserahkan ke KPU RI. Siklus yang sama kemudian dilakukan oleh KPU RI hingga ke KPU kabupaten/kota, sehingga dimutakhirkan menjadi daftar pemilih akurat, komprehensif dan mutakhir. Data pemilih dan data kependudukan Persoalan data pemilih dapat dipetakan menjadi dua. Pertama, data yang bersumber pada masalah pendataan kependudukan yang tidak akurat sebelumnya, yang kemudian terbawa dan terakumulasi sebagai persoalan data pemilih dalam ruang pemilu; Kedua, persoalan data pemilih yang berakar pada proses pendataan terhadap pemilih di dalam ruang pemilu itu sendiri. Kedua persoalan di atas memiliki karakteristik masalahnya sendiri-sendiri, yang memberi sumbangsih pada kompleksitas persoalan data pemilih dalam pemilu. Permasalahan data pemilih sebagai warisan dari masalah pendataan kependudukan yang berakar pada proses pembuatan data konsolidasi bersih oleh Ditjen Dukcapil dengan perangkatnya di tingkat kabupaten/kota. Terdapat sejumlah persoalan pada pendataan kependudukan. Di antaranya sistem yang tidak cukup dinamis untuk mengikuti dinamika kependudukan, dan prosedur yang panjang terkait perubahan status atau karakter identitas kependudukan. Penyesuaian data juga memerlukan tarikan data dari pusat sebelum diakses oleh dispendukcapil di daerah selama enam bulan, untuk dilakukan pembaharuan data penduduk berbasis harian. Seluruh permasalahan ini tidak terselesaikan dalam proses pendataan kependudukan. Bahkan menyisakan sejumlah persoalan, yang kemudian diwariskan bersama DP4 yang diserahkan ke KPU. Selama ini persoalan data kependudukan merupakan salah satu penyebab tidak akurat dan validnya daftar pemilih. Mulai dari NIK (Nomor Induk Kependudukan) ganda, data penduduk yang meninggal dan pindah domisili yang tidak mutakhir, serta banyaknya warga yang belum rekam KTP elektronik (KTP-el). Masalah klasik yang selalu terjadi setiap pemilu, dan berimbas pada kualitas pemilu adalah banyaknya pemilih belum rekam KTP-el dan kurangnya kepedulian masyarakat untuk mengurus administrasi kependudukan. Persyaratan ini sebenarnya merupakan salah satu langkah pemerintah, dalam rangka mensukseskan program KTP-el bagi seluruh penduduk. Hal ini mungkin disebabkan karena disdukcapil kewalahan/overload melayani permintaan KTP-el dan mentalitas atau masalah birokrasi. Faktor lainnya adalah sebagian masyarakat tidak ingin menggunakan hak pilihnya, sehingga merekam KTP-el bukan menjadi prioritas. Belajar dari pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya, persoalan hak pilih dan perlindungan hak pilih belum tuntas. Hak pemilih biasanya menjadi argumentasi di penghujung tahapan yang diperkarakan di Mahkamah Konstitusi (MK). Betapa tidak, akurasi DPT (daftar pemilih tetap) seringkali menjadi masalah. Akurasi data pemilih pada Pemilu 2019 sempat menjadi polemik, sehingga dianggap tidak valid. Paling banyak ditemui karena identitas pemilih ganda pada DPT. Perlu diingat bahwa ketidakakuratan data penduduk dapat menghilangkan kesempatan atau hak pilih masyarakat. Dengan kata lain, problem administratif dapat menghilangkan hak politik warga negara. Problematika yang prinsipil ini perlu dituntaskan oleh pemangku tanggung jawab, untuk menghindari kerugian konstitusional dalam pelaksanaan pemilu, demi menjaga kedaulatan suara rakyat. Semoga pendataan daftar pemilih dalam pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan menuju Pemilu serentak tahun 2024 yang berkualitas dan dipercaya, dapat diwujudkan hingga hak konstitusional warga negara pun terselamatkan.   *Penulis adalah komisioner KPU kabupaten Sarmi

Oleh: Victor V. Ruwayari  Pendataan daftar pemilih akan menjadi salah satu ukuran atau takaran suksesnya penyelenggaraan pemilu, apalagi dinamika politik Indonesia semakin membaik sejak era reformasi. Hal ini telah menjadi perhatian dan kesepakatan bersama dalam sistem pemilu (electoral system). Pendataan daftar pemilih dalam pemilu serentak akan menjadi salah satu indikator dalam sistem demokrasi, karena rakyat dapat berpartisipasi secara langsung dalam menentukan pilihan politiknya dan menjadi upaya mewujudkan tegaknya demokrasi, dan merealisasikan kedaulatan rakyat dengan prinsip jujur dan adil (jurdil) serta langsung, umum, bebas dan rahasia (luber). Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, pendataan daftar pemilih terus mengalami perubahan, dan semakin baik hingga saat ini. Bangsa Indonesia telah menerapkan beberapa sistem pendataan daftar pemilih menyongsong pemilu, yaitu; Pertama, Civil Registry List, yaitu daftar pemilih yang disusun berdasarkan data kependudukan. Secara umum sistem ini banyak dijalankan di negara-negara berkembang; Kedua, Periodic List, yaitu daftar pemilih yang disusun secara periodik dan atau pada setiap tahapan pemilu/pemilihan dan berakhir ketika tahapan pemilu/pemilihan selesai; Ketiga, Continuous List, yaitu pemutakhiran data pemilih yang dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu. Data pemilih dimutakhirkan dan disimpan, serta terus diperbarui secara berkelanjutan. Ketiga sistem ini telah dilaksanakan dari waktu ke waktu hingga saat ini, menjelang Pemilu 2024. KPU telah melakukan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan di tengah masa pandemi Covid-19, sejak awal 2020 hingga sekarang. Pemutakhiran dilakukan setiap bulan oleh kabupaten/kota, tiap tiga bulan untuk KPU Provinsi dan tiap enam bulan di tingkat KPU RI. Hal ini merupakan langkah yang sangat baik dari KPU, karena secara reguler mereka melakukan pemutakhiran data pemilih. Dari ketiga sistem pendataan daftar pemilih di atas, sistem Continous List yang digunakan saat ini. Dikenal dengan istilah DPB (Daftar Pemilih Berkelanjutan). Pemutakhiran data pemilih secara berkelanjutan ini merupakan sistem pemutakhiran data pemilih, yang tentu saja lebih progresif dibanding dengan pemutakhiran data pemilih sebelumnya yang dipakai oleh KPU. Pemutakhiran DPB ini akan berjalan secara baik berdasarkan prinsip komprehensif, akurat dan mutakhir, apabila didukung dengan penyedia data yang transparan. Tentunya ini akan menghasilkan data pemilih yang sangat baik, yang akan digunakan secara berkesinambungan pada pemilu-pemilu serentak yang akan datang. Nanti di akhir DPB ini, atau di awal tahapan pemilu/pemilihan, KPU tentu tidak perlu lagi melaksanakan pemutakhiran data pemilih melalui pencocokan dan penelitian (coklit). Namun pemutakhiran DPB ini tidak semudah yang kita bayangkan, apalagi dilakukan saat pandemi Covid-19. Banyak kendala yang dihadapi oleh penyelenggara pemilu di masa non tahapan dalam pandemi Covid-19. Kendala-kendala tersebut tentu akan mengakibatkan pemutakhiran DPB tidak maksimal.     Sumber data yang belum jelas  Pada masa pandemi Covid-19 hingga saat ini, belum ada sumber data kependudukan yang jelas. Bagaimana KPU melakukan pembaruan data setiap bulannya (data meninggal, mutasi penduduk, TMS dan MS)? Apakah pembaruan data pemilih dilakukan, seperti metode coklit yang turun langsung ke lapangan untuk mendata? Pembaruan data dengan metode coklit memang baik. Namun hal itu mengalami kendala, karena dilakukan dalam masa non-tahapan pemilu, dan belum ada penyelenggara pemilu tingkat bawah (adhoc) di tingkat distrik/kecamatan dan kelurahan/desa/kampung, yang akan melakukan verifikasi. Dalam Surat Edaran KPU Nomor 132, 181 dan 366 perihal Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan Tahun 2021, disebutkan, dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, KPU kabupaten/kota melakukan koordinasi secara berkala dengan dinas-dinas atau instansi terkait. Di antaranya instansi pemerintah daerah yang menangani administrasi kependudukan, kematian/pemakaman, TNI/Polri, pengadilan setingkat, dan pada layanan data pemilih di tingkat kabupaten/kota. Dari beberapa instansi/dinas terkait tersebut, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) merupakan partner utama KPU dalam melakukan pemutakhiran data pemilih. Hal Ini tertuang jelas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pada pasal 201 ayat (8). Pemerintah memberikan data kependudukan yang dikonsolidasikan setiap enam bulan kepada KPU sebagai bahan tambahan dalam pemutakhiran data pemilih. Pada pasal tersebut juga dapat kita artikan bahwa pemerintah hanya memberikan data kependudukan kepada KPU setiap enam bulan saja, sedangkan pembaruan data pemilih ini harus dilakukan setiap bulan oleh KPU kabupaten/kota. Hal Ini merupakan salah satu kendala KPU kabupaten/kota dalam melakukan pembaruan data pemilih berkelanjutan, yaitu masih ada sumber data yang tidak/belum jelas. Transparansi instansi terkait dengan penyelenggara pemilu Dukcapil yang merupakan partner utama penyelenggara pemilu dalam menyuplai data kepada penyelenggara pemilu, terkesan sangat tertutup. Ini merupakan salah satu kendala dalam melakukan pemutakhiran DPB. Dukcapil juga terkesan tertutup dalam mengakses data kependudukan kepada penyelenggara pemilu dari sisi pengawasan atau Bawaslu. Apakah disebabkan karena regulasi yang mengatur tentang perlindungan data kependudukan? Dalam melakukan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan, Dukcapil mempunyai otoritas/kewenangan penuh untuk mengoreksi NKK, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan menghilangkan ataupun menghapus pemilih atau penduduk yang sudah meninggal, pindah/masuk ke suatu wilayah kependudukan. Akan tetapi, instansi terkait tersebut masih terkesan tertutup. Hal tersebut tentu akan menyulitkan penyelenggara pemilu dalam melakukan pemutakhiran DPB. Data pemilih tidak akurat Secara umum data pemilih KPU belum akurat, karena data pemilih yang dihasilkan oleh KPU bersumber dari data kependudukan yang disediakan oleh pemerintah (Kemendagri), dalam bentuk Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4). DP4 diberikan oleh Kemendagri kepada KPU untuk kemudian disandingkan dengan daftar pemilih tetap (DPT) setiap awal tahapan pemilu. DP4 menjadi masalah tersendiri dalam hal penyandingan data DPT, karena DP4 diperbaharui setiap enam bulan sekali. Selain itu, Dukcapil juga terkesan pasif terkait pembaharuan data penduduk, sehingga warga yang pindah (keluar/masuk) wilayah dan meninggal tidak terdata, kecuali warga yang berinisiatif untuk melaporkan sendiri ke Dukcapil. Tidak terdatanya warga yang sudah meninggal, memunculkan permasalahan saat pencoblosan, dimana, warga yang sudah meninggal menjadi “hidup kembali”. Hal ini menjadi PR bagi pemerintah. DP4 sangat berpengaruh pada hasil pemutakhiran DPB, karena menjadi acuan penyandingan data saat penyusunan DPT. Sangat disayangkan ketika pelaksanaan DPB sudah menghasilkan daftar pemilih yang akurat, tetapi saat masuk tahapan pemilu, daftar pemilih DPB ini disandingkan lagi dengan DP4, dilanjutkan dengan melakukan coklit di lapangan, sehingga pemutakhiran DPB yang telah dilaksanakan KPU menjadi sia-sia. Kendala-kendala tersebut di atas, hanyalah sebagian dari pemetaan potensi permasalahan dalam hal pemutakhiran data DPB menuju tahapan Pemilu 2024. Harapan saya, langkah maju dari KPU–dalam menjaga dan memelihara data pemilih melalui pemutakhiran data pemilih berkelanjutan–dapat ditindaklanjuti secara baik dan dengan metode, keterbukaan, sumber data yang jelas. Dengan demikian, output dari DPB tersebut dapat menghasilkan data pemilih yang komprehensif, akurat, dan mutakhir, untuk digunakan pada Pemilu 2024, demi pemilu yang berintegritas. Kiranya ada langkah-langkah terbaik untuk membangun demokrasi yang sehat dan penuh tanggung jawab. (*) Penulis adalah komisioner KPU Kabupaten Sarmi, Papua